بـــــــــــسم اللـــــــه الرحمـــــن الرحـــــــيم
🔰🔰🔰
Seperti yang saya kemukakan di awal tulisan ini, kemunculan istilah Aswaja merupakan respon atas kelompok-kelompok ekstrem pada waktu itu.
Aswaja dipelopori oleh para tabiín (generasi setelah sahabat atau murid-murid sahabat) seperti Imam Hasan Al-Bashri, tabi’tabiín (generasi setelah tabiín atau murid-murid tabiín) seperti Imam-imam mazhab empat, Imam Sufyan Tsauri, Imam Sufyan bin Uyainah.
Ditambah generasi sahabat, inilah yang disebut dengan periode salaf, sebagaimana disebut oleh Rasulullah sebagai tiga generasi terbaik agama ini.
☘☘☘☘☘
Selepas tabi’ tabiínajaran Aswaja diteruskan dan dikembangkan oleh murid-murid mereka dan dilanjutkan oleh generasi-generasi berikutnya.
Mulai dari Imam Abul Hasan Al-Asyári, Imam Abu Manshur Al-Maturidi, Imam Al-Haromain, Imam Al-Junaid Al-Baghdadi, Imam Al-Ghazali dan seterusnya sampai Hadratussyekh Hasyim Asyári.
🎍🦚🎍🦚🎍🦚🎍🦚🎍🦚🎍
Dalam memahami dalil Al-Qur’an dan Sunnah Aswaja mengikuti metodologi para sahabat, yakni metodologi jalan tengah (moderat), keseimbangan antara pengunaan teks suci dan akal. Menyikapi pendapataliran-aliran ekstrem tersebut Aswaja mengambil jalan tengah di antara pendapat-pendapat mereka. Beberapa ajaran pokok Aswaja, antara lain:
☪ 1. Pertikaian politik yang terjadi di antara para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, merupakan ijtihad para sahabat, bila benar mendapat dua pahala dan bila salah mendapat satu pahala. Aswaja mengambil sikap tawaquf (diam) atas perselisihan yang terjadi di antara para sahabat dan menyatakan keadilan para sahabat (hadisnya bisa diterima).
☪ 2. Dalam masalah takfir Aswaja amat berhati-hati, karena bila sembrono efeknya akan kembali kepada si penuduh. Aswaja tidak akan mudah mengkafirkan ahlul qiblah atau selama masih mengakui tidak ada ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan allah; mengakui hal-hal prinsip dan sudah pasti dalam agama(al-ma’lum mina diini biddhoruroh) seperti rukun Islam, rukun iman, dan perkara-perkara gaib seperti surga, neraka, hisab, shirath, malaikat, jin, peristiwa isra’ dan mi’raj dll.
yang informasi mengenai hal-hal tersebut hanya diketahui dari Kitabullah dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallan yang mutawatir.
☪ 3. Aswaja juga tidak mudah memvonis sesat sebuah pemikiran atau pendapat seseorang yang berangkat dari dalil yang tidak tegas (ijtihadi) atau masih terbuka ruang perbedaan pendapat di dalamnya.
Aswaja amat menghargai perbedaan pendapat karena perbedaan pendapat di kalangan umat adalah rahmat.
☪ 4. Mengenai perbuatan manusia, Aswaja berpendapat bahwa perbuatan manusia pada dasarnya diciptakan oleh Tuhan, namun manusia memiliki kuasa (kasb) atas perbuatannya yang bersamaan dengan kehendak Tuhan.
☪ 5. Dalam memahami teks Al-Quran dan sunnah, Aswaja berpendapat bahwa ada ruang bagi akal untuk memahami teks.
Artinya ada teks yang mengandung makna haqiqi dan ada teks yang mengandung makna majazi(metaforis) yang membuka ruang akal (tafsir) untuk memahaminya.
☪ 6. Mengenai perbuatan dosa atau masuk surga dan neraka manusia, Aswaja berpendapat manusia divonis telah berdosa di dunia apabila telah melanggar hukum-hukum syariat sedangkan di akhirat mutlak adalah keputusan Allah.
☪ 7. Mengenai sifat Allah, Aswaja berpendapat bahwa Allah memiliki sifat.
Dzat (esensi) dan Sifat (atribut) adalah dua hal yang berbeda namun tak dapat dipisahkan, seperti halnya sifat manis yang melekat pada gula.
Antara atribut manis dan esensi pada gula keduanya menyatu, namun tak bisa dilepaskan satu sama lain.
Sifat senantiasa menyatu dengan Dzat (esensi).
☪ 8. Terkait dengan politik dan kekuasaan, Aswaja menyatakan haram hukumnya bughot (memberontak) meskipun pemerintahan itu zhalim,karena hanya akan menimbulkan pertikaian dan pertumpahan darah yang tak berkesudahan di kalangan umat. Namun pemerintahan hasil kudeta adalah pemerintahan yang sah karena terkait dengan kesejahteraan umat dan legalnya beberapa hukum syariat.
☪ 9. Aswaja tidak menolak tradisi dan kebudayaan yang sudah lama berkembang dan mendarah daging di tengah masyarakat, asal tidak bertentangan dengan syariat. Namun bila bertentangan dengan syariat, Aswaja menolak perubahan dilakuan secara radikal dan revolusioner. Perubahan harusdilakukan secara bertahap Atau tidak harus merubahnya, tetapi mewarnai tradisi dan kebudayaan tersebut sehingga cocok dengan ajaran Islam.
Sepanjang sejarah perjalanannya, prinsip jalan tengah yang ditempuh Aswaja, yang mewujud dalam karakter tawasuth (moderat), tasamuh (toleran), dan tawazun (seimbang) membuat Aswaja mampu hidup dan berkembang di wilayah mana saja dan mampu melebur dengan kebudayaan setempat, serta senantiasa mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman (dinamis).
Dalam sejarah penyebaran Islam di Nusantara,dai-dai Aswaja awal di Nusantara seperti Walisongo tak mengalami benturan dengan kebudayaan masyarakat Nusantara.
Pasalnya, kata Clifford Gertz, dalam menyebarkan agama Islam mereka tidak hanya berperan sebagai pendakwah yang menyiarkan agama Islam,akan tetapisebagai cultural broker, makelar budaya.
📍📍📍📍📍
Oleh karena itu, saya berani katakan corak Islam di Nusantara 90 persen terbentuk dari budaya. Hal ini terlihat dari arsitektur rumah ibadah, istana kesultanan, tradisi dan ritual keagamaan, kuliner, fashion, hingga sistem pengajaran dan pendidikan.Islam di Nusantara itu unik dan berbeda dengan Islam di tanah asalnya, Arab.